Kalau dipikir-pikir, ngapain juga sih mau LDR?

5 komentar orang sekitar soal LDR, eh LDM, long distance marriage.


Judulnya aja udah kayak gitu, yah, enggak usah berharap tulisan ini akan bernada positif. Tapi, saya juga akan berusaha keras supaya tulisan ini enggak cuma rintihan cewek yang tinggal jauh dari suaminya.

Sebenernnya enggak jauh-jauh amat, sih. Barusan browsing, jarak Jakarta-Yogyakarta itu cuma 538 KM. Dibanding beberapa orang kenalan saya di Facebook yang suaminya kerja di luar negeri dan pulang hanya setahun sekali. Ada juga yang enggak setahun sekali. Makanya saya males mau ngeluh-ngeluh soal LDR (kecuali ke Irfan, ini sih hamper setiap weekend), toh, saya yang ambil keputusan, dan banyak yang jaraknya lebih jauh. Woles.

Saya mau nulisnya, soal beberapa komentar orang di sekitar. Kenapa? Soalnya, menggelitik! Komentar waktu saya menjawab pertanyaan mereka, “habis nikah, tinggal di mana?”

Saya pun menjawab:
“Saya sih di Jakarta. Dia di Jogja.”
“Lho, tetep kayak gitu, Cil? Jauh-jauhan gitu?”
“Iya.”

Lalu mereka jawab:

“Ngapain kawin?”
Komentar ini enggak cuma datang dari satu orang. Sejauh ini udah ada tiga orang yang komentar kayak gini. Terus gimana reaksi saya? Tertawa. Kenapa? Soalnya, ada momen-momen di mana saya memilih buat diam, karena saya merasa orang lain enggak akan siap mendengar jawaban saya. Kesombongan tingkat dewa khas INTJ. Tapi, ini bukan sok iye, kok. Justru saya belajar dari pengalaman hidup selama 29 tahun. Sudah menulis soal ini lebih jauh, di sini.

“Kalau aku sih, enggak bisa kayak kamu.”
Sejauh ini ada tiga orang yang komentar kayak gini. Terus gimana reaksi saya? Senyum. Kenapa? Karena saya enggak merasa ditanya, jadi mau jawab apa? Dia memberikan pernyataan. Saya mendengarkan. Dan mungkin dia memang enggak bisa kayak saya (LDR). Mungkin, kalau ada yang nanya (tapi enggak ada) saya juga enggak bisa kayak saya. *Lalu langit di luar berubah mendung. *emotikon rumput tertiup angin.

“Gimana mau hamil, digarap juga enggak!”
Ini nih komentar yang luar biasa. Datang dari teman Irfan, saya enggak tau siapa, dia enggak mau cerita, anaknya sangat kurang dalam kemampuan bergunjing. Denger ini sih saya beneran tertawa, lucu. Membayangkan yang ngomongnya Mas Karyo dengan logat jawa kental. Gimana reaksi Irfan? Saya yakin dia cuma tertawa. Saya yakin, dia anaknya enggak mau membuat orang lain merasa enggak enak.

“Terus, gimana?”
Ini komentar yang paling sering saya terima. Komentar yang berlanjut tanya. Sebuah tanya yang kemudian membuatku kelu, entah harus menjawab apa. *Ketika bahasa terngaruh cuaca mendung di luar* “Ya, enggak gimana-gimana. Gini aja,” biasanya saya menjawab begitu, jawaban yang enggak memuaskan, saya tahu.

“Jadi kapan, mau nyusul suami ke Jogja?”
Nah, bisa ditebak dong komentar yang seperti ini datangnya dari golongan manusia kelahiran berapa dan apa hubungannya sama saya? Yap. Kerabat sekalian yang berusia di atas 40 dan jarang sekali bertemu atau ngobrol sama saya. Kalau ketemu kerabat tipe seperti ini, enggak bisa jawab dengan senyum. Harus beneran jawab. Tapi percayalah, jawaban apa pun enggak akan memuaskan.

Saya jawab, “di Jogja, saya susah cari kerja, Om.”
“Ya, di rumah aja,” jawab dia.
Saya jawab, “saya pengen tetep kerja, Wak.”
“Cari nafkah kan kewajiban suami, rejeki mah ada aja,” jawab dia.
Saya jawab, “ada kemungkinan Irfannya dipindah ke kota lain, Bi.”
“Istri kan harus ikut suami ke mana pun,” jawab dia.
Saya jawab, “iya doain aja, Om.”
“Lho, kok didoain, kapan mau nyusul?” tanya dia lagi.

*krik~ krik~ krik.

Tulisan saya ini bikin bertanya-tanya, jadi kalau denger ada temen yang LDR kita harus komentar apa? Iya, enggak, sih?

Sebenernya, kalau mau komentar ya komentar aja. Kalau yang menjalani LDR itu udah dewasa, paham, dong, orang sih bakal komentar apa aja yang ada di pikiran mereka. Apa yang keluar dari seseorang memperlihatkan apa yang di dalam diri mereka, jadi ya, santai aja. It’s not about you anyway.

Tapi, kalau kamu yang lagi baca tulisan ini merasa ingin tahu apa yang dirasakan orang yang menjalani LDR (saya), dan harus komentar apa. Jawabannya adalah:

“Rasain!” Lalu joget buri-buri ala Shinchan.

Insyaalloh, menghibur.

**lalu Scarlett Johansson nyanyiin lagu Moon Song. Film Her lagi main tuh di HBO Hits.





We're lying on the moon
It's a perfect afternoon
Your shadow follows me all day
Making sure that I'm

Okay and we're a million miles away

Comments