Sepuluh Lagu Ini Sukses Bikin Saya Teriak Sambil Nangis di Konser

Temper Trap blurry captured by me.


I think the most important thing about music is the sense of escape. Thom Yorke

"I think the most important thing about music is the sense of escape," 
Thom Yorke.

You either love or hate karaoke. Saya sih, most of the time diam kalau di ruang karaoke.* Walaupun hadir, sih, demi kebersamaan. Saya bakal ikut sing along, tapi kalau dikasih mic, duh. Sebagai mantan vokalis band ala-ala jaman SMA, saya tumbuh menjadi manusia dewasa yang mengecewakan. Maaf rekan band sekalian. Tapi gimana, yah, I do love to sing, selama enggak ada penontonnya. Call me late at night, when we don’t have anything to talk to, I might sing. Dan momen lain di mana saya akan meneriakkan tiap lirik dari dalam jiwa sekuat tenaga sampai perih di tenggorokkan terasa, adalah konser.

Beruntung kerja di media, ada beberapa konser memang saya berangkat karena liputan. Tapi kebanyakan sih beli tiket sendiri. Suruh siapa selera musiknya tua sementara bekerja di media remaja, kan? See, I didn’t think about it through.

Anyway, sebagai introvert yang selalu gagap tiap ditanya soal perasaan, saya suka sembunyi di balik kata-kata. Termasuk lirik lagu. Teman-teman yang follow social media saya, paham, lah, ya. Hampir semua caption di akun Instagram saya adalah lirik. Those are  what I really feel inside. I just borrow some of the words. Beberapa lirik lagu saya rasa seperti mencuri ide-ide di kepala saya. Digabung dengan melodi yang sepertinya mencuri dari apa yang saya rasa. Kombinasinya jadi sesuatu yang magical dan menerjemahkan perasaan saya tanpa harus berkata-kata. Enggak heran kadang saya berkaca-kaca.

Tapi enggak begitu kasusnya sama sepuluh lagu yang saya dengarkan di konser ini. Sukses membuat saya menangis tersedu-sedu, kadang sambil meneriakkan setiap baitnya, sebagian sambil menari bak suku pedalaman yang sedang trans. Believe me, I’m not a great concert partner. I tend to feel too much. So, here’s my list! (so far).


Wait It Out, Imogen Heap
Jakarta, 31 Maret 2010

Ketika Imogen Heap tampil di Jakarta, ini adalah masa-masanya saya nonton Grey’s Anatomyreligiously.’ Karena ketika itu saya belum langganan TV kabel. Belum punya laptop pribadi. Jadinya hiburan seorang anak kos hanyalah DVD. Weekend kerjaannya marathon DVD. Dan pada masa ini lah, saya merasa banyak realitas serial TV yang kemudian benar-benar terjadi di dunia nyata. At least how it feels, not how it happened.

Misalnya. The fact that no matter what, we feel lonely sometimes. The fact that we feel failed. The fact that we feel useless from time to time. The fact that we just so tired waiting life to happen. The fact that we’ve tried and it doesn’t feel enough. Dan Wait it Out adalah hymne bagi manusia-manusia enggak sabaran macam saya. Baca tulisan saya soal konser ini di blog post yang satu ini.


Down River, The Temper Trap
Jakarta, 12 November 2010

Pertama kali dapat tugas review musik ketika kerja di Pikiran Rakyat dulu, saya pilih The Temper Trap. Waktu itu musim banget nonton 500 Days of Summer yang soundtrack-nya oke. Tapi menurut saya sih film-nya perspektif cowok banget, but still nice. Tapi kemudian jadi terpikat sama mas Dougy (dan teman-temannya tentu saja. But mostly masnya).

Waktu konsernya ini dia belum gondrong dan makin ganteng seperti sekarang. Maaf out of topic. Lirik lagu ini tuh pas banget deh. Dengan sebuah momen dalam hidup saya. Ralat. Dengan begitu banyak momen dalam hidup saya. Sempat nulis soal konser mereka di blog post yang ini.


Dougy.


Linger, The Cranberries
Jakarta, 23 Juli 2011

Sebenarnya kalau di lagu ini, mata saya hanya berkaca-kaca. Bukan karena enggak tersentuh, tapi karena suasana konsernya saat itu enggak terlalu mendukung. Di JRL tahun 2011 ini ada segerombolan orang yang ngobrolnya kenceng banget kayak lagi di Beer Garden. Tapi enggak menghentikan saya untuk berusaha mengalahkan suara berisik mereka dengan teriak-teriak sing along sama Dolores, idola sejak SMA.

Waktu SMA dulu, salah satu lagu yang selalu diputar kalau lagi patah hati ya ini, nih, Linger. And this song linger in my heart and in my mind.

BTW konser ini adalah kalin pertama saya lihat 30 Seconds to Mars live. Dan demi Tuhan mereka keren banget! Sepanjang penampilan melongo. Sebenernya udah ngedengerin lagu mereka dari SMP, maklum lah ya jaman SMP saya anak emo.  Tapi begitu ngeliat live, fix, jadi Echelon (nama fans 30STM) dan jatuh cinta sama Jared Leto. Ingat, t-nya satu. Kalau dua itu band anaknya Cak Nun.


Decode, Paramore
Bali, 17 Agustus 2011

Paramore adalah satu-satunya konser yang saya tonton di Bali. Dan karena ini liputan, selama konser saya sebenarnya sibuk membuat live report dan ngetik di notes soal detail konsernya buat bahan tulisan, takut lupa. Kadang kalau kita nonton konser yang not our cup of tea harus dicatet sih, ha-ha-ha.


yelyaH.
Tanpa disangka, Hayley Williams itu yah sungguh, captivating. Dan saya memang suka lagu ini walau enggak terlalu ngikutin Paramore. Teriak-teriak bareng Hayley di GWK itu spesial banget. Dan aura ini enggak hanya saya yang merasakan. Saya rasa hampir semua yang ada di venue juga merasakannya. Saya begitu terpesona, mungkin pengaruh venue juga yang cukup magis. Sampai-sampai saya nulis gini di Instagram:




Crawling, Linkin Park
Jakarta, 21 September 2011

Bukan kali pertama saya nyanyiin lagu Crawling teriak-teriak di depan umum. Kali pertama adalah waktu SMA kelas tiga. Pelajaran Sosiologi. Bosan, saya dengerin kaset Linkin Park pakai Walkman di kelas. Enggak sadar, pas bagian reff saya teriak nyanyi. Fuck! Malunya bukan main. Teman sebangku saya aja langsung pura-pura enggak kenal, ha-ha-ha.

Impian banget akhirnya bisa nyanyiin lagu ini bareng Chester. Walau dia nyanyinya di panggung, saya di bangku penonton, gogoakan (crying my lungs out dalam bahasa Sunda). Setelah konser ini, rasanya kayak abis curhat semua anxiety yang saya rasakan ketika jaman abege dulu. Lega.




Comforting Sounds, Mew
Jakarta, 26 Oktober 2013

(As I write this, I am listening to this song). Sebenarnya saya enggak terlalu suka Mew. Tapi ketika mereka membawakan lagu ini live, saya seperti ada di adegan dramatis dalam film.

Saya nonton bersama ratusan orang lainnya, mereka ribut, tapi tiba-tiba yag ada di telinga saya hanya suara musik. Hingar bingar orang bicara, fade out. Mereka yang menari dan loncat dan menggoyangkan badan, seketika bergerak dalam slow motion. Cahaya panggung yang menusuk dan begitu terang, serasa berpendar, semua blur. Dan saya pikir saya melayang, melihat semuanya dari ketinggian. Ketika lagunya udahan, saya sadar kalau, mulut saya melongo. Kontras dengan lagunya, ekpresi wajah saya enggak cantik sama sekali.


Joy, Ellie Goulding
Jakarta, 24 Agustus 2014

Saya menemukan Ellie tanpa sengaja di belantara YouTube. Ketika saya dengerin Guns and Horses, orang-orang di sekeliling saya bahkan enggak ada yang tahu siapa dia. And then the next year she becomes a hit! Kadang suka kesal kalau temuan kita jadinya dinikmati bersama (posesif). Tapi di sisi lain jadinya kan dia ke Indo, yah! Jadi saya bisa beli tiketnya yang lumayan mahal demi dengerin dia nyanyi live.

Dari semua lagunya di album pertama dan ke-dua, Joy punya tempat spesial di hati saya. Seperti perasaan di hati saya kalau dicuil dan dikeluarkan. Well at least that is what I felt in my twenties. Bahkan sampai menjelang 30 kemarin. Lagu ini bagaikan lagu Sway dari Bic Runga di jaman SMA. Whenever I listened to it, my heart stopped and cracks a bit,
in silence.


Sementara, Float
Jakarta, circa 2015

Sepedih-pedihnya lagu pedih adalah yang dinyanyikan dalam bahasa ibu. Karenanya ketika saya nonton Float live di TIM dan mereka membawakan lagu Sementara, all hell broke loose, ha ha ha. Enggak teriak-teriak, sih, tapi melafalkan setiap liriknya perlahan.

Kamu tahu rasanya ketika kita curhat absurd ke pasangan dan dia menjawab dengan tepat karena dia tahu dengan pasti pola pikir kita? Dan bahkan dari mulut dia kita makin mengerti apa yang kita rasa? Terpukau dalam malu tapi juga seketika mengerti. Tapi kemudian enggak ada yang bisa dilakukan. Accept things, in pain. Tsah! Gitu lah rasanya kalo dengerin lagu ini. Kembali berkaca-kaca ketika nonton mereka live lagi di La LaLa Fest, Bandung, tahun 2016.


Safest Ledge, Copeland
Bandung, 30 April 2016

Tahun-tahun awal tinggal di Jakarta, saya selalu berjalan kaki menuju halte Transjakarta, naik bus, lalu jalan lagi menuju kantor. Di 15 hingga 30 menit ini biasanya saya selalu mendapatkan ide untuk menulis blog berseri Mornings of Supposed to be Glorious Life. Karena saya datang ke Jakarta dengan ide kalau my life supposed to be glorious. Dan seperti biasa, saya enggak sabar untuk segera merasakannya. Sehingga ketika kenyataannya enggak, I was disappointed.

Di masa-masa itu saya sangat intim dengan Copeland. Mereka selalu menemani perjalanan berangkat dan pulang kerja saya. Dan ketika Aaron menyanyikan Safest Ledge, seperti ia menujukan liriknya untuk saya. Sometimes you just want to fall. But only with one condition, there will be someone who will catch you. Ever feel this way?


All I Want, Kodaline
Bandung, 5 November 2016

I think the biggest part of my adult romantic relationship is being in a long distance relationship. And it’s hard. Things get shitty sometimes. This song sums it up. Pernah dengerin lagu ini sambil jalan dari kantor ke arah Kuningan, lewat Taman Lawang, eh enggak sadar nangis lah. Untung enggak disangka PSK yang lagi patah hati dan ada yang nawar.

Sebelum berangkat nonton konser ini, udah berjanji dalam hati, enggak akan nangis. Karena merasa udah enggak relevan aja pada kenyataannya. Realitasnya udah berbeda dari waktu dengerin lagu ini pertama kali dan ketika nonton live di La La La Festival ini. Jadi dalam hati janji, I will not cry. I won’t. I can’t. I shouldn’t. And then I did.
  
Dan saya akan menutup tulisan ini dengan sebuah kalimat; kalau sudah menyangkut musik, iya, saya lebay.



* Kecuali satu kali itu di mana saya teriak-teriak sambil karaoke. Sekali itu saja. Sedang kesal dan kecewa sekali.

Comments

  1. Karena saya datang ke Jakarta dengan ide kalau my life supposed to be glorious. Dan seperti biasa, saya enggak sabar untuk segera merasakannya. Sehingga ketika kenyataannya enggak, I was disappointed.

    Cill.. antara ketawa dan lalu sedih bacanya.. karena... aku jugaaaa :(((

    ReplyDelete

Post a Comment