prague*





oh na na whats my name
oh na na whats my name
oh na na whats my name
whats my name whats my name........

Lagu mengalun pelan, tidak terlalu kencang sampai kamu dan dia harus berteriak-teriak ketika mengobrol. Tidak terlalu pelan juga sampai kamu dan dia merasa sepi ketika bahan obrolan sudah habis. Tapi toh, kamu tidak peduli, bahan obrolan selalu ada, kamu merasa kamu bisa menceritakan apa saja pada dia.

Dia pun selalu mendengarkan dengan semangat. Menanggapi, bahkan sering punya pikiran yang sama. Dia adalah salah satu temanmu yang paling ceria, periang, suaranya besar. Ketika tertawa bahkan kamu harus sedikit menunduk. Agar poni panjangmu menutupi sebagian wajahmu. Agar orang-orang di sekitar meja cafe nomor 14 tempat kalian duduk tidak bisa melihat wajahmu langsung. Kamu malu, dengan tawanya yang menggelegar. Tapi sambil menunduk, kamu menatapnya dengan hangat. Bagimu, dia penceria suasana.

Obrolan di meja bundar terbuat dari kayu itupun kamu buat jadi rutin. dia setuju. Dia jarang sekali menolak ajakan main. Apalagi untuk mengobrol. Di matanya, kamu bisa lihat, hasrat yang sama besarnya untuk saling bertemu. Kalau dia berbeda kelamin, mungkin kamu sudah jatuh cinta pada dia, sejak lama.

Gelas ketiga sudah datang. Di sampingnya piring bekas steak dan keranjang rotan bekas french fries with cheese sudah kosong. Obrolan masih panjang. Kamu sodorkan menu ke samping gelasnya yang setengah kosong. Dia bilang kepala pusing kalau terlalu banyak minum kopi. Tawa pun kembali dirajut. Sesekali dia mendorong bahumu yang kecil sampai kamu mau jatuh. Tapi kamu tahu, dia tidak akan pernah membiarkanmu jatuh.

Sesekali kamu melirik gelasnya. Walaupun bertanya-tanya, kamu tidak pernah ambil pusing. mengapa di tiap pertemuan menu yang kamu pesan selalu lebih banyak darinya. Sementara dia, selalu cukup dengan satu gelas saja. Kamu pikir, dia memang tidak terlalu suka makan. Kamu tidak pernah pikirkan lebih jauh.

beberapa kali dia pernah keluhkan soal uang, soal biaya, dan lainnya. kamu ikut iba. tapi sebagai teman kamu tidak tahu harus berbuat apa. sementara wajahnya yang selalu tampak ceria, kecuali ketika masa pms tiba. kamu juga tahu kisahnya, dengan keluarganya, sedikit, karena kalau subjek itu yang dibahas, selalu saja ada gossip lainnya yang menunggu untuk tumpah. lebih menyenangkan tentunya. kamu tidak pernah pikirkan lebih jauh. rasa pedulimu membungkus penasaran, membuat dirimu percaya kalau dia baik-baik saja. dan kamu buth dia untuk baik-baik saja.

Semakin larut. Kamu belum ingin pulang. Mengenai kata pulang, dia juga sering mengawalinya dengan kalimat "Tidak ingin." Kamu mengajaknya pindah ke cafe sebelah yang punya jam buka lebih panjang. Dia mengangguk setuju. Kamu pilih meja paling dekat jendela. Bukan jendela ke mana-mana. Cermin, kamu hanya lihat bayanganmu sendiri, dan dia. Di sana, di meja yang lagi-lagi bundar, terbuat dari kayu, dan lagu yang sama diputar.

"Kapan yah kita ke Praha," tiba-tiba dia bilang begitu. Kamu terhenyak dari lamunan didera lagu. Kamu sempat obrolkan tentang itu, dengan dia, entah kapan. Kamu pandang dia, matanya nanar melihat ke jendela. Anehnya di bola matanya kamu tak melihat pantulan bayangannya. Matanya kosong, seakan menembus cermin memandang entah ke mana. Kamu tanggapi dengan ringan, "Nanti, enggak lama lagi." Sambil tersenyum dan memulai dengan topik travelling yang memang kamu dan dia idamkan.

Berkali handphone changgih bermerek bebuahan warna pink milikmu berdering. Kamu abaikan. Buatmu obrolan dengannya lebih penting. Tapi dia tidak keberatan. Kamu angkat. Dan sekejap jantungmu serasa berhenti berdetak. Mulutmu yang dipulas lipstick bermerek tiga huruf itu pun mulai merekah. Lebar. Matamu berbinar. Tanpa kamu sadar kamu mulai berjingkrak kegirangan dan berteriak.

Dia bingung, tapi menunggu dengan sabar, sambil mengenggam pergelangan tangan kirimu, menatapmu, tersenyum, dia bertanya, "Apa sih?"

Kamu tutup obrolan di handphone. "Aku ke praha, minggu depan, hadiah ulang tahun dari papa," kata kamu sambil memeluknya.

Di tepi telinga kananmu, di sana di balik wajahmu, senyumnya memudar. Semua pengalaman kalian berputar di kepalanya. Setumpuk ceritamu di telinganya. Setumpuk pengalamanmu di laman surelnya. Setumpuk memorimu di halaman Facebooknya, dengan tag walau tanpa wajahnya. Semua kebahagiaanmu di gelasnya yang setengah kosong.

Dan bagimu bahagia adalah menit itu. Dan kamu butuh dia bahagia untukmu. Dan dia, di belakang rambut ikalmu yang wangi, menatap lekat ke jendela. Di matanya tidak ada bayangan kamu dan dia yang berpelukan. Di sana, hanya ada dua bola matanya yang menatap sayu. Lalu mengatup.

Comments

  1. bagus....! eh tapi jangan bilang setelah tokyo kamu beneran mau ke praga, eh praha? bakal iri setengah mati aku >.

    ReplyDelete
  2. hehe, makasih ga. tapi aku pun belum pernah ke tokyo hiks (waktu itu ke osaka) belum ga, only in my dream kayaknya kalau prague. *masi berharap tapi* hihi. mari ah kita kesana, yuk :D

    ReplyDelete
  3. baca tulisan achill suka ikut mules deg-degan gitu. kayak mewakili apa yang ingin aku katakan tapi gak terkatakan *halah*. hahaha. terutama di tema supposed to be a morning glory itu hehehe. sukaaa :)

    ReplyDelete
  4. aww,, terimakasih annel :') aku jadi agak pede menulis hehe.
    iyah sudah lama ih tidak menulis si "supposed to be" hihi.
    tengkiuh yah annel mau membaca tulisan saya hehe :)

    ReplyDelete
  5. oh kirain teh kemaren ke tokyo. ah yang penting mah udah naik pesawat dan ke luar negeri, dua hal yang belum pernah aku cobain. hehe.

    bener kata si annel, supposed to be kamu ngangenin. mewakili kegalauan urban. haha. naon deuih..

    ReplyDelete
  6. hihi, kamu juga melakukan banyak hal yang belum pernah aku lakuin *apaituhayo* hahaha. ahiy, padanan kata yang menarik: kegalauan urban :D

    ReplyDelete

Post a Comment