Pikiran Menyesatkan yang Selalu Datang Ketika Kita Sedih
“Every man has his secret sorrows which the world knows not; and often times we call a man cold when he is only sad.” Henry Wadsworth Longfellow
Di umur tujuh belas, sedih ditandai air mata dan mengurung diri di kamar. Di usia tiga puluh, sedih artinya kerja dan beraktivitas seperti biasa, di dalam kebas. Ada kalanya sedih menipu pikir, membuat kita terlempar lebih dalam dan merasa enggak ada jalan keluar. Empat kata di kalimat sebelumnya itu, bohong. Pasti ada jalan keluar. Don’t let your mind trick you!
“I've figured out that
joy is not in your arms
I know I'll always
ache with an empty heart
I think it's time to
run cause I'm seeing stars
I'm seeing stars watch
me fall apart”
Penggalan lagu Ellie Goulding ini relevan di banyak
kesempatan. Dan ketika pertama kali mendengarnya, dia mengena tepat di titik di
mana saya berusaha menyembunyikan fakta kalau saya enggak setegar itu. Dan di
kesempatan lain, dia mengingatkan saya untuk berhenti menggantungkan harapan
pada hal lain selain diri sendiri. Enggak heran, pas nonton live Ellie membawakannya di Jakarta 2014
lalu, mata saya basah. Emm, berair lah, netes gitu. Oke ini bohong. Saya nangis
sesegukan. Kenapa? Because, I’ll always
ache with an empty heart.
Show me the art of happiness, and I’ll show you the art of sorrow.
((Anyway, buat
yang percaya kalau bahagia itu pilihan
dan bisa kita switch on seketika,
mendingan berhenti baca, deh. This is not
your alley, not your homey. Seriously.))
Saya selalu percaya kalau orang macam saya ini hanya ada
satu di dunia (aren’t we all?) Sampai
beberapa waktu lalu saya baca buku The
Books of Forbidden Feelings karya Lala Bohang. Di situ hati saya
mengembang. Man, I’m not alone after all.
Ada lho, makhluk lain seperti saya di dunia ini. Rasanya seperti lagi travelling sendirian di negara orang,
terus ketemu orang sekampung halaman. Sehingga saya yakin pasti ada banyak
makhluk lainnya seperti saya di luar sana. Halo!
Fellow aliens, please give me a sign!
Keyakinan ini juga yang akhirnya mengantar jemari saya
menuliskan artikel yang satu ini. Juga, obrolan malam bersama beberapa orang
teman yang meyakinkan saya. Kalau semua orang, entah kapan, berapa lama, atau
apa sebabnya, akan jatuh ke lubang yang sama, spiral of sorrow.
Berangkat dari sebuah tempat yang jauh ada di dalam sini
(menunjuk ke kepala), bayangan gelap ini selalu menyeruak di kala-kala
tertentu. Kadang dia hanya berlalu sekejap, kadang dia datang untuk tinggal.
Kadang, dia tinggal terlalu lama. Kesemuanya, ia datang tanpa diharapkan. Bukan
pilihan. Dan belum lama ini, dia berulah berlebihan. Dan karenanya, saya
tergulung ombak besar dan terbawa masuk arus bawah yang kuat dan
menenggelamkan. Karena ia menipu otak saya untuk menghasilkan 10 pikiran
menyesatkan yang selalu (dan hanya) datang ketika kita sedih ini.
Nobody understand
what I feel
This is an ultimate
lie. Hampir semua orang di dunia ini pernah merasakannya. Perkara
penyebabnya berbeda, tentu saja. Tapi manusia pasti paham yang namanya sedih.
Makanya lagu Someone Like You dari
Adele bisa power play di berbagai
penjuru dunia. Atau Creep dari
Radiohead yang enggak pernah enggak relevan di segala usia di berbagai jaman.
Atau lagu Trust yang masih aja sering
diputar di radio di penghujung siaran malam. Kenapa? Karena rasa sedih itu
universal, familiar.
Talk is cheap
Di banyak kesempatan iya, talk is cheap, tanya aja Chet Faker. Daripada ngomong melulu
mendingan melakukan sesuatu. Tapi ada masanya melakukan sesuatu adalah
membicarakannya, to talk about it.
Saya enggak menganut paham ini awalnya, saya enggak suka membicarakan apa yang sedang
saya rasakan. Saya suka mencari solusi terlebih dahulu, baru kemudian
menceritakan ketika masalah saya sudah selesai. Tapi pengalaman kemarin
mengajarkan saya kalau, it’s okay to talk
about it. And it’s good to get it out our system.
Apalagi kalau ngomongin sama orang yang beneran peduli sama
kita (bukan cuma nyari bahan buat ngomongin kita nanti di belakang) dan mereka
yang pernah mengalaminya juga. Niscaya, banyak faedahnya. Walau setelahnya tetap
agak menyesal sih, kok kesannya mengumbar aib sendiri. But well, I can trust them and maybe I already looks stupid in front of
them before this anyway, ha-ha-ha.
Best to be alone
Pastinya kalau lagi sedih, pengennya sendirian, di pojokan,
dengerin Trouble dari Coldplay. Atau
memutar ulang dan ulang satu album A Moon
Shaped Pool-nya Radiohead. Been there
done that. Kenyataannya makin sendiri pikiran bisa makin meracau. Karena
capek sama pikiran sendiri, saya menendang diri sendiri untuk keluar dari zona
nyaman. Saya ajak teman untuk ketemuan, untuk ngobrol atau chat panjang, sampai untuk menginap. Ada hari-hari di mana saya
enggak pernah sendirian. And it did make
me feel better until I’m alone again. But well, I’ve tried, right?
Nobody cares
We feel like nobody
cares because we tell them nothing. Ceritanya lagi sedih terus nongkrong
rame-rame semua ketawa-ketawa lalu ngerasa kita sedih sendirian di
tengah-tengah keramaian dan ngerasa enggak ada yang ngertiin kita? Oh, grow up!
Coba lihat teman yang ketawanya paling riang, bisa jadi
semingguan kemarin dia juga sama kayak kita, sembunyi di balik selimut seharian
saking enggak punya tenaga buat bangun. Begitu kita memaksakan diri buat
terbuka, pasti kaget deh, betapa orang lain juga punya pengalaman serupa, dan
mereka peduli, kalau kita reach out
asking for help or advice or just a simple pat in a back. If you still feel
like nobody cares bahkan setelah cerita,
please do reach out to me! This is serious! I know how it feels, I don’t want
you feel alone while dealing with it.
Crying is stupid
I tend to laugh while
I cry or after, because I feel crying is stupid. Dan sahabat saya juga
sering mengingatkan, “kamu kalau mau nangis jangan ditahan, ya,” karena dia
tahu kalau saya suka gengsi. And I don’t
like to cry with an audience. The only witness to my tears are my pillows. Tapi
belakangan, betapa memalukannya, saya menangis di depan beberapa orang. I just can’t take it anymore.
Di depan beberapa orang itu, saya merasa malu, merasa bodoh.
Tapi kemudian it liberates me to do so.
And it’s okay to let other people see how vulnerable you are. But not all the
time, yah! But the best is to
laugh-cry with your best friend. Itu lho, ngobrol, nangis, lalu ngetawain
diri sendiri karena udah bego dan nangis di tempat umum. A glass of wine could help to loosen up, by the way. One glass aja,
ya. Okay, maybe two. That’s it.
Being mad instead of
sad
Setelah masa-masa merajuk why me oh why me God itu berlalu, fase selanjutnya kadang jadi
amarah. Kesel, gerah, pengen nonjok orang pas di muka atau selangkangannya.
Atau sangat terinspirasi sama video klip Beyonce yang Hold Up, asik aja kayaknya jalan-jalan sambil bawa bat dan smashing all that cars! Ha-ha-ha. (I never did it anyway). I fall into
resentment. Dan di pola sebelumnya, resentment
ini yang menjerumuskan saya ke masalah yang belum lama saya alami ini
sebenarnya. Bener kata quote di
Pinterest itu, “don’t make decisions when
you’re angry and don’t make promise when you’re happy.”
Oh believe me,
resentment is like drinking a poison and wish the other people to die. They
won’t die, they will live happily ever after. You will die in your own poison,
darling. Mengikuti nasehat si ganteng James Bay, just let it go. Everything
that's broke, leave it to the breeze.
Pray wont change
anything
Dulu waktu patah hati pas SMA, mamah nyuruh saya kencengin
sholat. Saya bingung, lah, bukannya Tuhan enggak suka ya saya pacaran? Saya
juga enggak pake jilbab. Banyak sekali tuntutan agama yang enggak saya
kerjakan. Will God hear my prayer? I
don’t think so. Jadi saya merasa enggak ada hubungannya deh. Saya sendiri
yang berbuat masak giliran 'jatoh' jadi minta tolong sama Tuhan?
Saya ini sulit sekali dimotivasi. Apalagi sama motivator.
Tapi ternyata, saya mau dengerin teman. Yang di mata saya kredibel, karena dia
berhasil mengatasi masalahnya sendiri and
turn to be happier. Ketika saya reach
out, dia ngasih masukan yang sama seperti mama. And I've tried it. It’s not miracles, it doesn’t change my life overnight.
Yang dia ubah adalah, menambahkan rutinitas dan jeda dalam
hari-hari saya. Pengingat waktu hari ini sudah sampai mana dan jeda untuk saya mengambil
napas. Kebetulan mushola kantor juga seringnya sepi, I have time to breath loudly. And maybe one day I will feel what he
felt before dan merasakan manfaatnya di sisi spiritual. I do hope so.
Moving on means
forgetting
Ini bukan film Eternal
Sunshine of the Spotless Mind. Enggak ada agensi yang bisa menghapus bagian
dari ingatan sesuai yang kita inginkan. This is real life. Kita bisa melangkah maju tanpa
melupakan, atau dalam rangka berusaha melupakan, walau belum lupa, atau susah
lupa. Like my husband said, sometimes we
just have to move forward even when our mind still think about it, even when
it’s hard. Paksa diri untuk berhenti merasa stuck
karena enggak bisa lupa, bilang sama diri sendiri kalau it’s okay to not get over it yet. But baby, you need to push forward.
Akan ada masanya keinget lagi. Sedih lagi. Tapi ya udah, emang gitu, kok,
serius. Just decide within yourself, that
you are not stuck, you are trying.
Make decision now
Buat yang pekerjaannya adalah decision making, yang setiap harinya harus memutuskan mau mencoba
melakukan apa, harus gimana, supaya apa, pasti relevan sama pola pikir ini,
deh: okay, now what should I do? Dan
ketika bingung karena enggak tahu sama sekali harus gimana, kita jadi makin
merasa stuck dan kembali terjerumus
ke dalam web. Lalu posting lirik lagu
Present Tense dari Radiohead di Path.
Shit!
Inhale exhale.
Ketika kita sedih, wajar merasa ingin cepat keluar, biasanya berusaha mengambil
keputusan. But guess what, sometimes it’s
okay not to make any decision other than, I want to get better. Udah, itu
aja keputusan yang kita ambil. Kalau kata teman saya, anggap aja kita lagi
sakit dan pengen sembuh. So we will try
things to heal, to make us feel better.
Time does nothing
Everybody
says that time heals everything, but what of the wretched hollow? The endless in-between?
Are we just going to wait it out? Apakah kamu
membacanya sambil nyanyi? Tos! Penggalan lagu Wait It Out dari Imogen Heap ini berputar-putar di kepala setiap
kali merasa enggak sabar menunggu waktu. Okay, katanya eventually it will be over. Tapi enggak sabar menunggu eventually, bisa enggak sekarang aja?
Besok, deh? Kemudian jadi merasa waktu enggak menyelesaikan masalah.
Emang enggak menyelesaikan masalah, tapi
it will heal us. But it takes a lot of
times, and waiting sucks. But I feel better than last month. Not all better.
But a little bit better. And this is huge. It means, in two month I
will feel better than now. Imagine how great I will feel in a year! Well,
we’ll see.
Akhirnya, pengalaman ini juga yang meyakinkan saya. Kalau semua orang,
entah kapan, berapa lama, atau bagaimana caranya, akan berhasil merangkak ke
luar dari lubang yang sama. Tapi kalau membaca tulisan ini ketika lagi sedih-sedihnya I know it’s
hard to believe. It’s okay. Don’t believe me. But just don’t give in. Please.
let's talk ngalor ngidul lagi cil.. like the old time... hahaha
ReplyDeleteat least we try.. yaahhh...
ReplyDelete