morning of the (supposed to be) glorious life

chapter 9: meeting the (illusion) killer, mr.facebook.

"Ternyata menyukai orang yang sama di waktu yang berbeda itu,

 enggak mungkin," kata dia.



Kalimat itu menyentak seperti suara klakson truk peti kemas di lorong jembatan Casablanca! Sekalipun klaksonnya berhenti ditekan, dengingannya masih tersisa di telinga, di kepala, dan untuk kasus kalimat ini, di hati.

Sebait kalimat yang saya kutip dari surel seorang teman ini membuat saya berfikir. Membuat saya mengenang, membuat saya menganalisa. Yang pasti, saya sepakat dengan dia. Karena pengalaman, dan pengalaman adalah trauma yang paling berasa.

Salah satu sahabat perempuan saya pernah menanyakan. Apa jadinya kalau cinta pertama yang membuat saya patah hati untuk pertama kalinya itu, kembali dalam hidup saya. Dengan singkat saya jawab. "Bagi saya, dia sudah mati. Malah, lebih buruk dari mati."

Karena dia yang dulu menarik perhatian saya itu, sama sekali tidak bersisa. Berubah menjadi orang lain yang sama-sekali tidak saya kenal. Yang masih tersisa hanya kenangan. Dan itu milik saya, tidak ada hubungannya dengan dia. Siapapun dia saat ini atau nanti.

Dan karenanya, saya setuju dengan si penulis surat. Dan karenanya pula saya menganalisa, apa yang saya rasa saat ini. Dan mengira-ngira apa yang dia pikirkan saat itu, saat menuliskan surat itu. Pasti sama seperti saya,

Dihantui wangi aroma masa lalu, dan ketika sedang menghirupnya, tertampar oleh laju waktu yang melemparkan kita ke masa kini, sekarang, saat ini, di depan layar warna bertuliskan Facebook.

Dengan gebukan hati yang sedikit berirama sendu, ingin saya katakan. Sayang, Facebook membunuh kenangan romantisme masa muda kita, bukan?




*hahaha.
thanks YOU, for the inspiration :D

Comments

Post a Comment