Selamat Ulang Tahun Jakarta, Ini Suratku yang Tertunda



Dear Jakarta,

Mestinya kutulis ini di hari ulang tahunmu.
Tapi karena kamu bukan yang pertama dan kuharap bukan yang terakhir, aku lupa.
Aku rasa banyak orang terlalu membicarakanmu dengan romantisme berlebih.
Mungkin, karena kamu melahirkan mereka, main sama mereka sejak kecil, 
dan menemani mereka hingga dewasa.
Aku tidak.

Buatku, kamu adalah pilihan rasional yang harus kubuat di usia dewasa.
Banyak orang yang mengingatkan aku soal kamu sebelum aku berangkat, tujuh tahun lalu.
Macam kamu ini orang jahat,
macam kamu ini playboy yang harus dihindari karena cuma bakal bikin patah hati.
Ada yang melihatmu dengan begitu berbinar,
katanya kantongmu tebal dan gaya hidupmu gemerlap.
Ada yang menganggapmu runyam,
katanya hidup denganmu bikin keram otak.
Ada yang percaya kamu ini liar, katanya bikin manusia lupa daratan.

Tapi aku enggak mau dengar, kemudian tetap berangkat, 
karena kamu punya sesuatu yang enggak bisa kota lain tawarkan untuk aku, 
harapan nyata atas pekerjaan yang layak.
Dan untuk itu aku sangat berterima kasih.




Tapi banyak hal juga darimu yang enggak layak.
Kamu itu banyak sekali kekurangannya,
yang tiap kali ada kesempatan selalu membuatku ingin meninggalkanmu, selalu.
Tapi aku belum bisa pergi, aku belum berani.
Aku tahu kamu pun enggak butuh aku.
Aku padamu ini seperti ada di dalam spektrum toxic relationship,
di mana aku butuh tapi pengen bebas darimu,
dan aku masih masih berusaha mencari jalan keluar.

Tapi aku juga enggak mau nyakitin kamu,
aku enggak mau berpartisipasi sama hal yang membuat hidup kamu makin suram,
aku berusaha jadi penghuni sementara yang baik.
Aku harap kamu bisa menghargai upaya aku yang alakadarnya ini.
Karena aku appreciate banget atas kesempatan yang kamu kasih selama tujuh tahun ini.

Di usiamu yang menginjak 490 ini, aku juga masih belum bisa pergi,
aku enggak tahu sampai kapan
Walau setelah tujuh tahun, aku masih belum bisa commit kalau kita for good.
Hubungan kita, gini aja dulu yah?
Dan kamu juga rasanya enggak terlalu keberatan kalaupun aku suatu hari pergi, kan?
Sehingga, maaf kalau di hari ulang tahunmu aku lupa,
dan berbagai postingan melankolis syahdu tentangmu pun enggak membuat hatiku merasa.





Omongan orang tentang betapa kerasnya kamu
dan betapa kamu mengubah seseorang juga aku merasa enggak relevan.
Kita bisa dan pasti akan berubah di mana saja.
Kita berubah karena pengalaman, pilihan, dan keinginan.
Malah aku tersinggung kalau ada yang bilang kamu mengubah aku.
Karena aku bukan tipe perempuan yang akan mengubah dirinya 180 derajat
demi disukai atau diterima seseorang, termasuk demi kamu.

Tapi mungkin aku terlalu angkuh untuk mengakuinya,
mengakui kamu begitu berdaya atas aku, atas hidupku.
Kamu tahu, Jakarta, gengsi aku setinggi itu.
Mungkin, dari sekian banyak hal yang enggak kita sepakati, kesamaan kita adalah itu.

Happy belated birthday.
For what it's worth, I appreciate you dearly and wish you all the best.

Comments