Karena Bukan Chris Martin, Kita Enggak Bisa Memperbaiki Orang Lain
“Compassion is not a relationship between the healer and the wounded. It’s a relationship between equals.” |
“Lights will guide you
home
And ignite your bones
And I will try to fix
you.”
Romantis, yah, kalau ada yang menujukan rangkaian kalimat
itu buat kita? Saya pikir juga begitu, makanya pernah menuturkannya pada suami,
yang ketika itu masih pacar.
“Fix me? Tapi aku
enggak rusak,” kata dia.
Karena orang-orang yang suka sok romantis akan kena batunya.
Terus terang waktu itu saya kaget. Dan sedikit enggak paham. Saya pikir, lirik
lagu Coldplay ini menyenangkan untuk didengar dan ditujukan, tapi mungkin
memang benar, siapa saya mau sok-sokan fix
him? Dan dia memang apanya yang harus di-fix-in?
Belum lama pemikiran ini balik lagi. Tentunya dipicu karena
berkali-kali gagal beli tiket Coldplay live
in Singapore. Ya sudah. Sampai sekarang belum dapat juga, ya sudah. Dan
seperti segerombolan besar orang lainnya yang gagal beli tiket, lirik lagu ini
kembali dilempar. Tapi di bagian, “when
you try your best, but you don't succeed.” Ketebak, lah, ya. Oh, well.
Anyway.
Sepintas, ada orang yang bilang “I will try to fix you,” itu kesannya manis. Atau malah bagi
orang-orang tertentu malah dengan serius punya niatan ini dan mengatakannya
sama orang lain. Tapi kemudian, saya pikir, ini sesuatu yang klise dan
membutuhkan keajaiban.
Pertama.
We can’t changepeople. They can change themselves. Kita enggak bisa ‘memperbaiki’
seseorang yang enggak merasa kalau ada sesuatu yang salah padahal sudah
ditunjukkan kesalahannya dan enggak merasa penting untuk berusaha memperbaiki
dirinya sendiri atau keadaan.
Semacam mendengarkan orang yang terus-terusan
mengeluh karena terjebak di dalam lubang, tapi enggak mau memanjat keluar.
Padahal kita sudah ngelempar tali. Kemudian dia menutup mata sambil terus menggerutu.
Mungkin pada hakekatnya, orang-orang macam ini hanya bisa diperbaiki oleh Tuhan
YME.
Kedua.
No matter how hard you
try, kita enggak bisa ‘memperbaiki’ seseorang yang menikmati jadi ‘korban’
dan enggak mau berubah. Hal-hal yang membuat kita merasa iba dan ingin menolong
dia, ternyata sebuah bentuk manipulasi. Orang dengan sifat seperti ini
benar-benar ada, kalau di ilmu psikologi namanya the victim personality. Baca ciri-cirinya di sini.
Intinya, they show you their wounds, make you help them, and once you’re trapped you realize that they’re keeping the wound fresh. And they will show it to other people, once they were done with you. From this kinda people, we should stay away. And maybe all that we can do for them is pray.
Ketiga.
We could only do so
little. Saya tetap percaya kita bisa memancing perubahan pada seseorang. Atau
mungkin sekedar menginspirasi pada level tertentu. Tapi pada akhirnya perubahan
sekecil apa pun ada di tangan orangnya sendiri. Bukan kita atau orang lain. We cannot fix anyone, but yes, we can help. Dan menyontek petunjuk keselamatan di pesawat terbang, jika masker oksigen keluar
secara otomatis, fix yourself first before you fix other.
Keempat.
Yakin pihak lain yang harus di-fix-in? Maybe we’re the one
that need some fixing. Atau kalau menurut artikel di Tinybudha ini,
mungkin kita memang addicted to be the
fixer karena itu membuat kita merasa puas. Merasa puas jadi pihak yang
selalu bisa memperbaiki keadaan dan merasa superior. Maybe, quit fixing and start believing in others. Seperti tulisan di Psychologytoday ini.
Last.
On some cases, why try
to fix something that ain’t broken?
Saya harap tulisan pendek saya ini pengertian fix enggak tertukar sama help.
Kita selalu bisa menolong seseorang bahkan ketika orangnya enggak mau ditolong,
kalau dirasa perlu, ya harus. Beda dengan fix,
tatarannya di sifat dan pemikiran bukan keadaan yang lagi sulit. Walaupun saya
juga enggak tahu sih mana maksud asli si lagunya. Tapi kalau dari video ini,
sih, Chris Martin bilang pemaknaan lagunya terserah si pendengarnya. So, this is what in my mind I guess.
Ditutup dengan lagu Coldplay lainnya yang sama muluknya,
tapi sudahlah enggak perlu dibahas lebih panjang lagi. Karena bikin lagu kan pakai perasaan, dan
perasaan itu kadang, muluk.
Btw, buat yang mau
menjual tiket Coldplay live in Singapore dengan harga yang masuk akal (bukan
calo yang ambil keuntungan berlipat), please
let me know. Thanks. (Updates: got the Bangkok tix. See you all there. Bismillah).
Comments
Post a Comment