Pengalaman dan Tips dari Perempuan Banyak Maunya, Menginap di Dorm Hostel Selama Solo Trip di Bali
“Sudah kayak turis,
yah, nginep di dorm dan travel sendirian,” kata Bli yang mengantar saya
dari Ubud ke Seminyak naik motor.
Yang dia maksud turis adalah wisatawan asing. Yang biasanya
berbulan-bulan backpacking di Bali
dan menginap di akomodasi tipe dorm
untuk menghemat budget juga untuk
bertemu traveler lainnya. Katanya dia
jarang bertemu wisatawan lokal perempuan yang travel sendirian dan tinggal lebih dari seminggu di Bali. Dia
tambah kaget lagi ketika saya cerita kalau selama perjalanan saya sempat
menginap di dorm hostel.
Pertama kali kepikiran menginap di dorm hostel adalah ketika
saya menginap di hotel Adhisthana Jogjakarta. Di sana ada juga akomodasi dorm.
Lalu Mba Muti yang biasa travel sendirian juga pernah cerita kalau dia beberapa
kali menginap di hostel model ini di dalam dan di luar negeri. And she said it was fun, so I give it a go.
Ada tiga dorm yang
saya inapi di Bali. Umumnya perempuan banyak maunya seperti saya ini sukanya
pindah-pindah hotel biar banyak pengalaman menginap di hotelnya. Tapi karena
sendirian, barang bawaan lumayan berat dan kendala transportasi juga menghemat budget, saya hanya menginap di lima
lokasi selama empat belas hari di Bali. Dan tiga di antaranya adalah dorm. Ini pun pindah-pindah karena
pindah lokasi lumayan jauh. Kalau ditempuh setiap hari pakai motor bisa keder.
First, saya ada
lima tips untuk memilih dorm hostel.
Tips 1: Pakai
booking.com atau hostelworl.com
Sebenarnya saya biasa pakai Traveloka untuk mencari
akomodasi di berbagai tempat. Tapi kata teman traveler dari luar negeri dan Bli Wayan pengelola hostel di sekitar
Balangan bilang booking.com lebih
banyak data dorm di sekitaran Bali.
Dan ketika saya bandingkan memang benar. Dari segi harga juga booking.com menawarkan harga yang lebih
murah beberapa puluh ribu. Lalu semakin sering kita pesan akomodasi via
aplikasi ini, booking selanjutnya
langsung dapat potongan.
Tips 2: Baca review di
bawahnya jangan langsung percaya foto
Kebiasaan banget percaya sama foto, sempat kecewa di satu
dorm yang saya inapi. Di foto kayak hipster dan instagramable banget. Aslinya….
Mungkin memang begitu, tapi tujuh tahun lalu! Ha-ha-ha. Dan kalau ada yang
nulis, pemiliknya ramah atau very
welcoming atau very helpful, ini added value banget! Soalnya merekalah
orang pertama yang akan bisa membantu kita kalau kita mengalami kesulitan
ketika trip. Minimal ngasih tahu
lokasi warung murah atau laundry
terdekat, lah.
Tips 3: Lihat
baik-baik peta lokasinya
Karena kalau solo travel
itu semua ditanggung badan sendiri, pastikan lokasi hostel enggak terlalu jauh
dari pusat keramaian. Karena kalau bawaan banyak, kaki sakit jalan, atau
kemalaman, kita bakal jalan sendirian. Jadi mendingan mahal sedikit tapi lokasi
mendukung.
Tips 4: Fasilitas
loker, wifi, dan sarapan
Pastikan dorm yang kita pilih punya fasilitas loker.
Pastikan juga apakah lokernya punya kunci atau kita harus bawa gembok sendiri.
Ukuran lokernya segimana. Karena kalau kita bawa laptop lumayan juga degdegan
ninggalinnya kalau disimpen di loker tak berkunci atau di kasur.
Walaupun murah, banyak dorm
hostel yang menawarkan wifi dan sarapan. Pastikan pilih yang menawarkan ini.
Soalnya kita pasti nyari tahu mau ke mana hari itu, butuh wifi kalau provider kita bapuk. Dan karena umumnya mager kalau pagi, seenggaknya kita udah
sarapan.
Tips 5: Cek mood
Kalau lagi males ketemu atau ngobrol sama orang lain
mendingan pilih private room daripada
mood rusak selama trip. Namanya juga
di dorm, dari bangun sampai bobok lagi berbagi sama orang lain, kan. Ada
masanya saya pindah ke private room
juga karena merasa overwhelmed terlalu
banyak kontak sama manusia (calling all
INTJ!) hahaha.
Berikut tiga dorm hostel yang saya inapi selama solo travel di
Bali!
Serenity Eco
Guesthouse and Yoga Canggu
Lokasi: Jl. Nelayan, Canggu, Kuta Utara, Kabupaten
Badung, Bali 80361, Indonesia
Rate: Rp150k/night
Fasilitas: Loker, pool, wifi, handuk, air panas, ac/fan,
kulkas
Karena tujuan utama saya ke bali adalah yoga retreat tuk
menenangkan jiwa, hahaha, dorm
pertama yang saya pilih adalah ini. Saya booked
via bookyogaretreat.com dia menyediakan
yoga retreat di berbagai negara
dengan berbagai budget.
Lokasinya lumayan jauh dari keramaian, tapi dekat ke pantai.
Buat para wisatawan mancanegara yang biasa jalan kaki sih mungkin dekat. Karena
saya kebiasaan naik Gojek, 15 menit jalan kaki ke deretan café atau pantai jadi
kerasa lumayan banget. Tapi karena tujuan utama saya adalah menempa diri, hallah, ya asik-asik aja, sih.
Ada komentar di apps
yang bilang kalau akomodasi ini mahal. Kalau dipiki-pikir iya juga karena
dengan harga sekian dia enggak menawarkan sarapan. Tapi fasilitas lainnya
menurut saya menunjang. Walaupun bunk bed
kasurnya spring bed sementara dorm lain banyak yang kasih kasur busa.
Serenity juga menyediakan pool, handuk,
air panas, kulkas bersama, kebersihannya super, wifi kenceng, dan dia
menyediakan safety deposit box
(walaupun kecil, laptop saya enggak
masuk).
Belum lagi pelayanannya yang memuaskan dan punya kelas yoga
yang menarik banget! Tiap hari Serenity membuka beberapa kelas yoga yang bisa
kita pilih. Untuk wisatawan lokal harganya Rp80 k per kelas. Tinggal pakai baju
olahraga dan bawa badan karena mat dan alat bantu lainnya disediakan.
Suasananya juga sangat eco. Dia juga
punya restoran vegan yang makanannya enak-enak, ha-ha-ha. Awalnya ragu, banyak
menu uncooked atau diawali dengan
kata raw, tapi ternyata yummy. And I’m very picky with food.
the pool. |
garden area & yoga class. |
fave yoga class upstairs. |
vegan kebab with mashed potato with no dairy and salad. lime and mint juice with natural straw. |
The Camp Hostel Ubud
Lokasi: Jl. Kajeng No.45, Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali
80571, Indonesia
Rate: Rp60k/night
Fasilitas: Loker tanpa kunci, wifi, ac, sarapan
Baca kembali tips dua dan tiga karena saya belajar soal ini
dari pengalaman menginap di The Camp hostel. Dia punya dua nama, The Camp atau
Coconut Ubud di booking.com. Dari
foto-fotonya saya kaget kenapa dorm hostel ini bisa murah banget dan menawarkan
sarapan. Terbuai, langsung pesan.
Ternyata lumayan jauh jalan kaki dari jalan raya dan jalanannya
cukup sepi. Hostel ini ada di lantai dua sebuah bangunan dan di lantai satunya
ada anjing yang menggonggong dan menyergap tiap ada yang lewat. Saya takut
anjing, tapi di Bali anjingnya pada chill, ekornya mengibas tenang, enggak
pernah menganggu saya. Kecuali anjing yang ini. Dia dirantai, tapi rantainya
cukup panjang, tiuap lewat saya harus menjaga jarak dan tutup telinga. What is wrong with this dog?
Ketika tiba, tidak ada orang di front desk untuk check in.
Saya tunggu hingga jam check in, jam
2 siang. Masih tidak ada. Saya kontak via WhatsApp ternyata dia bilang baru
bisa datang sekitar jam 3 sore atau lebih. Akhirnya saya simpan backpack di belakang meja registrasi
lalu jalan-jalan di Ubud.
Teringat sama si anjing, saya jadi malas ke hostel. Akhirnya
baru check in sekitar jam 11 malam. Itu pun terduduk di depan hostel menunggu
anjingnya bobok. Dia malah siaga ngeliatin. Kami liat-liatan. Saya kontak
penjaga hostel tanya ada jalan masuk lain tidak soalnya saya takut sama
anjingnya. Katakanlah he’s not very
helpful, saya malas menuliskan interaksinya sama ybs. Untung saja ada traveler lainnya yang mau masuk, saya
jadi ngikutin dia dari belakang. “I don’t
know why this dog hates me so much,” kata dia. “It hates all of us I guess,” kata saya.
Awalnya saya mau batalkan menginap untuk malam kedua karena
si anjing. Tapi karena udah enggak bisa, yaudah semangat saya untuk mencoba
kembali meyakinkan saya untuk enggak gampang menyerah. Setelah check in saya kaget lihat kamarnya.
Kotor, temaram, seprai kotor, smells,
dan lokernya enggak ada gemboknya. Ternyata saya harusnya bawa gembok sendiri, my bad. Saya tidur beralaskan pashmina
dan tekad besok pindah walau enggak refund.
Paginya saya bertemu traveler
lain, sarapan bareng, ngobrol. Ternyata mereka juga merasakan apa yang saya
rasakan. Soal si anjing dan fasilitas yang enggak sesuai foto. Jadi merasa
senasib, jadi ada semangat buat tinggal semalam lagi di sana. And then I did and I feel okay. Walau
mandi di kamar mandi bolong dan tak berkunci. Walau dibikinin sarapan sama
dedek umur 18 tahun dari Jerman yang lagi magang, yang sempat saya pingin
bilang saya bikin sendiri aja. Tapi I
give them a chance. And it was okay. Yang paling lumayan itu ada TV dengan
Netflix di halaman depan, jadi kalau malan kita nonton bareng di situ, seru
juga. Overall jadi pengalaman yang okay, tapi enggak akan balik ke sana
lagi, hi-hi-hi.
le bathroom and toilets. |
zoom out. right to the room and left to the pantry. |
le view. |
le shower. |
Ngurah Hostel Ubud
Lokasi: Jl. Sandat, Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali 80571, Indonesia
Rate: Rp 80k/night
Fasilitas: Loker, pool, wifi, fan, sarapan, drinking water
Awalnya saya sudah mikir kalau jangan marah dapat fasilitas
minimal banget kalau harganya murah. Tapi kemudian hostel ini membantahnya. Iya
memang lebih mahal dari The Camp tapi hitungannya masih murah juga. Dan
fasilitasnya so much better.
Hostelnya kecil tapi cute
dengan dominan warna putih. Ruangannya bersih, ada pool, loker ukuran lumayan dengan kunci, sarapannya juga lumayan
enak. Dan pelayanan yang ramah, this is
added value! Tapi kasurnya tetap busa yah kayaknya kalau dorm under 100k,
he-he-he.
Lokasinya juga enggak terlalu jauh dari keramaian, dekat
dari Seniman Coffee yang cukup terkenal di sekitar Ubud. Saya sempat ke sana
dua kali deh jadinya, he-he-he. Di sini saya ketemu sama traveler cewek dari Perancis
yang ternyata baru tahun ke tiga di kampus dan dia udah enam bulan di Asia!
Asik banget. Something I wish I had in my
younger years.
Kebanyakan tamu dorm
hostel yang saya temui rata-rata usianya muda, under 25. Dan mereka juga stay di Bali untuk waktu yang cukup lama
sebelum atau setelah ke lokasi lain di Asia. Ada juga yang bilang, “one day I think to myself I don’t know what
to do with my life. So fuck it, I’m gonna go to Ubud. And here I am two weeks
later still don’t know what to do.”
It’s fun
sebenarnya menginap di dorm hostel
selama kita memang mood for it.
Bagaimana pun fasilitasnya, yang paling penting adalah seperti kata salah
seorang traveler yang saya temui di
The Camp, yang saya lupa namanya. Dia bilang, “it gets lonely traveling alone, sleeping in dorms giving us chances to
meet people.”
True that.
front door from my room. |
le pool. |
le room. |
le breakfast selfie. |
PS: Rate bisa berubah berdasarkan season, rate yang saya tulis berdasarkan pengalaman saya ketika itu.
Comments
Post a Comment