Kenapa Musisi yang Keren Banget Tetep Aja, Enggak Bahagia?
5 Film Dokumenter
Musisi Dunia yang Bikin Saya Menatap Nanar ke Luar Jendela
OMG. |
Kenapa saya suka film dokumenter?
Karena kadang kenyataan, lebih menarik daripada fiksi.
Apalagi kenyataan hidup beberapa musisi terkenal dunia ini. Ah, takdir yang
dituliskan Tuhan, memang misteri.
Hampir semua film dokumenter ini suami saya yang download, karena enggak diputar di
bioskop, DVD bajakannya jarang ada yang jual, dan karena dia juga suka sekali dokumenter.
Jaman masih pacaran dulu,, kami sering datang ke acara bedah film atau festival
film. Tapi mau nonton di mana pun, hasil akhir dari film ini pada saya adalah,
melamun, menatap nanar ke luar jendela, dan menghela napas, panjang.
The Devil and Daniel
Johnston (2005)
*Daniel Johnston (1961- now)
Di scene music
outsider, lo-fi, atau alternative,
nama Daniel Johnston dianggap penting. Sebelum nonton film ini saya sama sekali
enggak tahu siapa dia. Musiknya juga belum pernah dengar.
Daniel Dale Johnston lahir di Scaramento California pada 22
Januari 1961, saat ini masih hidup. Dia menderita schizophrenia dan bipolar
disorder. Ia membuat musik dan tampil di depan umum sejak tahun 1970-an. Ia
cukup terkenal setelah pindah ke Austin Texas, dan ketika MTV berkunjung ke
sana, dia masuk TV. Malah, dia tahun 1985 dia juga sempat tampil di Woodstock.
Daniel enggak cuma membuat lagu, tapi dia juga suka
menggambar. Ketika nonton film ini ada satu gambar yang membuat saya ingat
sesuatu. Kurt Cobain pernah memakai kaos bergambarkan cover album Daniel Hi, How Are You. Saya ingat pernah liaf
foto Kurt memakai kaos itu. Tapi baru tahu kalau itu adalah cover albumnya
Daniel karena film ini.
Kenapa judulnya The
Devil and Daniel Johnston? Daniel tumbuh dalam ajaran agama Kristen.
Seperti orang dengan schizophrenia lainnya, ia merasa ia dikejar sesuatu. Ada
yang merasa dikejar alien, ada yang merasa dikejar pemerintah, kalau Daniel, ia
merasa dikejar setan. Malah, Daniel pernah menolak sebuah label musik karena
mereka juga mengontrak Metallica. Yang bagi Daniel adalah utusan setan.
Di balik musiknya yang aneh, tapi sampai ke hati beberapa
orang, karena dinilai jujur dan raw,
film ini membuka pintu ke dalam hidup Daniel yang dibayang-bayangi ketakutan
akan setan. Mengenalkan kita dengan orang-orang di sekelilingnya yang
menyayanginya tapi juga terancam jiwanya karena penyakit Daniel. Memberikan
penjelasan soal mad-genius music
dalam artian sebenarnya. Literally.
Heima (2006)
*Sigur Ros (1994 - now)
Yang satu ini sebenarnya beda banget sama keempat dokumenter
lainnya di daftar ini. Sementara keempat film lain menyayat hati karena kisah
dan pergumulan hidup sang musisi legenda, yang satu ini lebih karena
sinematografinya yang luar biasa indah and
leaves me in an awe.
Dokumenter ini memperlihatkan beberapa klip konser outdoor
mereka di lansekap Islandia yang mengagumkan. Juga beberapa sesi wawancara sama
para musisi yang terkenal tertutup banget. Pokoknya setelah nonton ini jadi
melamun, hemfh, kapan yah, ke Iceland?
George Harrison:
Living in the Material World (2011)
*George Harrison, The Beatles (1943 - 2001)
Saya mulai mendengarkan The Beatles ketika kelas tiga
SMP. Ketika ngobrol dengan teman yang
juga suka band legendaris ini, saya tersadar, beberapa lagu favorit saya adalah
lagu yang ditulis oleh George Harrison. Salah satunya, Something. Di situ saya mulai merasa, kalau my fave Beatle is George. Lalu setelah nonton film ini saya pun
yakin, my fave Beatle is George!
Living in the Material
World lebih banyak mengisahkan perjalanan hidupnya di samping musik dan The
Beatles. Tentang para sahabatnya, keluarganya, cewek-cewek yang pernah dekat
sama dia, dan pencarian abadinya akan dunia yang enggak materialistis.
Hidup bergelimang harta dari kesuksesannya, dia bisa punya
apa saja, di mana saja, dengan siapa saja. Makanya dia juga sempat nge-drugs. Tapi ada satu masa dalam hidupnya
di mana ia merasa hampa, dan mulailah dia dengan pencariannya. Salah satunya
adalah mempelajari Hare Khrisna dan menjadi sangat tertarik sama musik mistik
India.
Ada satu hal yang menarik sekali di adegan wawancara dengan
anaknya, ia bilang masuk sekolah semi militer adalah sebuah tindakan rebellious di keluarga Harrison. Dan
karena itu akan membuat ayahnya kesal, maka ia pun masuk ke sekolah itu. Karena
biasanya George akan meminta anaknya bolos untuk menemaninya melakukan apa
saja, memancing atau pergi entah ke mana. What
a dad, eh?
Searching for
Sugarman (2012)
*Sixto Rodriguez (1942 - now)
Tahun 1970-an, nama dan music dari Rodriguez sangat terkenal
di Afrika Selatan, Botswana, Zimbabwe, Australia, dan New Zealand. Malah,
musiknya menjadi musik pergerakan anti-Apartheid di Afrika Selatan. Di negara-negara
ini, ia bahkan disandingkan dengan Bob Dylan.
Ketika itu belum ada internet, para penikmat musiknya enggak
tahu Rodriguez seperti apa. Ia pun belum pernah tampil langsung di kelima
Negara itu. Baru di tahun 1990, beberapa orang dari Australia bertekad untuk
mencarinya dan mencari tahu tentang hidupnya. Mereka pikir, Rodriguez yang
salah satu lagunya yang paling terkenal berjudul Sugar Man ini, pasti sangat terkenal dan kaya raya di Negara
asalnya, Amerika. Tapi, mereka salah.
Di Detroit dan di seluruh Amerika, musik folk Rodriguez
enggak dikenal. Hasil penjualan albumnya di berbagai negara itu pun enggak
pernah ia terima. Ia hidup dalam kesederhanaan sebagai seorang buruh. Seorang
buruh yang bisa menghasilkan lirik yang menggerakkan hati rakyat Afrika
Selatan.
Bahkan setelah tahu bahwa ia terkenal di berbagai negara
itu, ia tetap rendah hati. Ia pun baru bisa mengunjungi para fans di berbagai
negara itu puluhan tahun setelah musiknya dikenal. Dan ada satu lagunya, Cause, yang… ah, cocok didengar di malam
hujan begini. Here, I embed the song.
Kurt Cobain: Montage
of Heck (2015)
*Kurt Cobain, Nirvana (1967-1994)
Waktu ABG dulu, saya lebih suka britpop dan emo daripada grunge.
Tapi siapa sih, yang enggak kenal Kurt Cobain? Walaupun saya enggak ngedengerin
lagunya, kakak saya pasti putar, semua orang pasti putar, di masanya. Masa-masa
kejayaan MTV Alternative. Dan yang bikin saya ngeuh, selain musiknya adalah,
betapa gantengnya dia walau cuma pakai sweater buluk dan kedodoran.
Usia saya masih 8 tahun waktu Kurt meninggal. Dan di usia 29
saya baru nonton film dokumenter ini. Dan merasa setuju sama perkataan adiknya
di salah satu scene, “kadang kita merasa ingin punya otak jenius seperti dia.
Tapi kalau kamu mengenalnya, kamu akan merasa bersyukur enggak dilahirkan
jenius seperti dia.”
Saya tahu Kurt bunuh diri di usia 27. Dia junkie. Tapi saya enggak pernah tahu
soal masa kecilnya yang sangat menyedihkan. Masa remajanya yang suram. Dan
kegalauan yang selalu terjadi di kepalanya. Lewat film ini, kita bisa
melihatnya. Karena berbagai coretan tangan baik gambar, lirik, atau buku harian
asli Kurt ditampilkan. Juga beberapa rekaman wawancara via telepon, juga
suara-suara yang ia rekam sendiri. It was
so, hearbreaking.
Hampir semua orang yang ada di dalam hidup Kurt diwawancarai
di film ini. Semua, kecuali Frances (anaknya) dan Dave Ghrol. Why? I don’t know. Dan satu hal, he was SO pretty. OMG.
OMG.
Comments
Post a Comment