Media Harus Berpikir It’s not me, it’s you! Kalau udah Soal Social Media
Salah Satu Sesi yang saya hadiri di Social Media Week 2016, bersama Jonathan See, Business Development Manager, Social Bakers APAC.
Ada saya lho, di foto ini. (foto: @omgimontwtr)
|
Buat yang pekerjaan sehari-harinya enggak berurusan sama digital media atau digital marketing, pastinya enggak akan tertarik untuk datang
ketika membaca judul sesi master class
dari Social Bakers yang satu ini. Social Media Measurement Metric. Tapi sebenarnya
inti dari sesi ini adalah bagaimana menurunkan tujuan brand atau media ke dalam
aktivasi di media sosial. Beserta tantangan yang umumnya dialami oleh
orang-orang yang mengerjakannya.
Engagement, bukan
jumlah followers
Ini mungkin udah banyak yang dengar. Di era kemunculan media
sosial (seakan-akan udah lama banget) semua orang kejar-kejaran jumlah
followers. Termasuk saya, salah satu target saya adalah menambah jumlah
followers di semua media sosial yang media saya miliki. Ketika era kebangkitan
bot dan penjual followers, target ini mulai turun jadi sekunder. Karena pada
akhirnya yang penting adalah engagement. Sederhananya, kalau kita punya seribu
followers tapi enggak ada yang klik link yang kita kasih, atau yang nge-like
atau retweet cuma satu, kita enggak engage sama audience. Pada akhirnya, pesan
atau konten kita juga enggak sampai. Lebih baik punya followers yang lebih
sedikit tapi terbukti engage, kalau kita tanya pada jawab, kalau kita ajak pada
mau.
Terus gimana biar
engage?
It’s not about me, it’s you.
Brand atau media massa pemilik media sosial harus berpikir begitu,
sih. Ketika masih meraba-raba dunia media sosial, media memakainya buat
menyebarkan konten, menawarkan promo edisi terbaru, berlangganan, kadang terus
saja memaksakan informasi yang bisa jadi audiens enggak perlu atau enggak mau
tahu. Menurut saya, ini terjadi karena pada awalnya media massa merasa dia yang
menentukan apa yang penting apa yang enggak untuk masyarakat. Tapi di media
sosial, audiens yang menentukan. Jadi kita harus tahu, apa yang mereka mau, apa
yang mereka suka, gimana bahasa mereka sehari-hari.
"What made you engaged with a brand on social recently?" - @omgimontwtr #SMWJakarta #SMW16 pic.twitter.com/OzV4Mg9cjv— SMWJakarta (@SMWJakarta) February 26, 2016
Lalu metrics-nya?
Bukan metric yang penting, tapi business objective.
Intinya, goals
kita apa, itu yang kita kejar. Bukan mengikuti metric apa yang penting lalu kita kejar padahal bukan itu business objective-nya. Kalau saya
cerna, maksudnya Jono, dia bilang panggilannya Jono, adalah enggak usah
semuanya pengen kita kejar. Pengen masuk ke semua media sosial karena merasa
itu market yang menjanjikan, di semua
media sosial itu harus punya puluhan ribu followers,
tapi enggak engage padahal objective-nya adalah sales (misalnya). Jadi objective-nya duluan, baru kita sendiri
yang menentuka metric.
Misalnya, saya nih, objective-nya
adalah lebih engage sama audience website yang saya pegang. Kalau
saya turunkan, artinya saya harus mengejar direct
audience, page per view, time per session. Ini harus saya coba turunkan
lagi ke media sosial yang saya punya. Gimana? Belum saya pikirin, ha-ha-ha.
Anyway, karena
saya memang latar belakangnya konten, yang mulai tertarik belajar soal content marketing, tapi belum, jadi
kalau butuh informasi lebih lanjut atau pertanyaan bisa tinggalkan di kolom comment. Nanti saya tanyakan sama
teman-teman digital marketing, kebetulan satu ruangan. Atau langsung aja tweet pertanyaannya ke sang pembicara,
Mas Jono:
— JonathanSee (@omgimontwtr) February 28, 2015
Comments
Post a Comment