Apa iya, lama kerja di tempat yang sama itu bahaya?
5 respon teman atas
jawaban saya ketika ditanya “masih kerja di situ?”
MASIH.
Saya pikir saya pembosan. Ada ceritanya lagi makan tiba-tiba
berhenti bukan karena kenyang. Tapi bosan. Lagi baca buku lalu dilempar, bosan.
Jadian dua bulan minta putus, bosan. Di tengah-tengah dengerin lagu, udahan,
bosan. Kalau soal kerjaan?
Setelah magang di harian Seputar
Indonesia (Sindo) Jabar dan radio
Female Bandung, pekerjaan pertama
saya itu di harian Pikiran Rakyat
Bandung. Di sana saya jadi contributor tetap rubrik mingguan buat remaja,
namanya Belia. Waktu itu kerjanya
sambil skripsi. Buat mahasiswa Jurnalistik pekerjaan ini menyenangkan sekali!
Apalagi saya juga suka bidang pendidikan. Setiap minggu bikin laporan utama
yang temanya pendidikan atau seputar kehidupan remaja. Juga, meliput
sekolah-sekolah di Jawa Barat sampai pelosok! Bertemu banyak remaja berprestasi
dan bersemangat yang matanya berbinar penuh harap pada masa depan. Oh, jiwa
muda.
Begitu lulus, hijrah ke Jakarta karena pengen jadi editor majalah,
di umur 25. Waktu itu ambisius sekali. Banyak yang bilang kecil kemungkinannya
bisa naik jadi editor di usia segitu. Melihat banyak editor atau redaktur di
media umumnya sudah senior, minimal tiga puluhan. Ya, namanya juga darah muda.
Awalnya, kalau boleh milih, waktu dipanggil sama Kompas
Gramedia Majalah, pengen kerja di majalah Intisari
atau National Geographic Indonesia.
Tapi diwawancarai untuk majalah Instyle
dan akhirnya diterima di majalah kaWanku. Awalnya ragu, karena enggak suka
artis remaja. Tapi kemudian banyak banget pengalaman luar biasa sebagai
reporter kaWanku. Yang enggak akan saya tuliskan sekarang, karena ini kayaknya
akan jadi tulisan terpisah dan akan panjang sekali.
Anyway. Masuk kerja
akhir 2009, sebagai reporter, usia 23 tahun. Mulai bosan setelah satu setengah
tahun. Mulai cari-cari pekerjaan lain. Tapi kemudian dipindah pegang website, tertantang lalu menikmati.
Mulai bosan lagi satu setengah tahun kemudian. Mulai cari-cari pekerjaan lain.
Lalu diangkat jadi editor. Di usia 26. Ya udah lah ya, telat setahun. Lalu
menikmati. Lalu kemudian kembali bosan.
Manusia. Yang. Lemah.
Dan. Pembosan.
Mungkin karena sebagai editor lebih banyak di kantor dan
rapat dan mengurus ini itu. Keseruan liputan sudah berkurang hingga 90 persen.
Kalau enggak bisa dibilang 100 persen. Mungkin karena…. Kayaknya bakal panjang.
“Masih di kaWanku?”
Tanya teman yang enggak tahu udah berapa kali pindah kerja sejak saya kenal
dia. Mungkin lebih dari lima. Pertanyaan ini juga sering muncul dari orang lain
yang saya temui. Pastinya di awal obrolan sekadar memastikan, takut salah
informasi. Tapi kalau udah datang dari rekan-rekan terdekat, ketika saya jawab
“masih,” begini 5 respon mereka;
Enggak mau pindah?
Kayaknya betah banget?
Udah berapa lama?
Udah comfort zone,
yah?
Mau sampai kapan?
Wah, makin susah nyari
kerjaan baru, tuh!
Setela ditulis, kok nadanya enggak ada yang positif yah?
Memang, sih, pernah ada temen yang bilang, bahaya kalau kita stay di pekerjaan yang sama lebih dari
lima tahun. Bahaya, lho, dia bilang!
JANGAN-JANGAN ADA
YANG SALAH DENGAN SAYA.
**Browsing
Dalam usaha membuat tulisan ini enggak terasa seperti
pembenaran, saya mulai dengan, hidup adalah pilihan. Yaelah. Klise.
Gini, deh, biar enggak kayak pembenaran, tiap durasi stay di pekerjaan yang sama ada
kekurangan dan kelebihannya. Ini bukan kata saya, lho. Kan kalau kata saya,
hidup adalah pilihan, yang klise tadi itu. Ini kata Terina Allen yang tulisannya
saya temukan di LinkedIn Pulse.
Menurt CEO ini, ada tiga macam pekerja; job hopper, steady employ, dan job clinger.
Job hopper itu enggak pernah stay di satu perusahaan lebih dari
18 bulan.
Steady employ itu yang mengerjakan pekerjaan di jalur yang sama
dalan sebuah perusahaan dengan durasi kerja dua hingga empat tahun. Atau lebih,
dengan catatan ia mendapatkan promosi dan kenaikan salary.
Job clinger itu yang mengerjakan pekerjaan yang sama di
perusahaan yang sama tanpa ada perubahan tanggung jawab dan kenaikan salary selama lebih dari lima tahun.
NAH. LHO.
Tulisan Terina Allen ini lebih fokus ke job clinger. Pas seperti pertanyaan saya di atas. Soal diri saya.
Yang mungkin salah itu. Karena saya masih di perusahaan yang sama, sekarang
lebih dari lima tahun.
Tapi kalau baca pengertiannya, maksudnya adalah yang enggak
ada kemajuan. Kalau saya memasukkan diri sendiri ke dalam kategori yang dibuat
Terina Allen ini, saya masuk ke steady
employ. Sejak masuk, mendapatkan promosi dan kenaikan salary. Penambahan dan pengurangan tanggung jawab. Maklum, banyak
mencoba metode kerja yang pas. Jadi, enggak bahaya juga, sih.
Tapi, bisa jadi bahaya kalau saya masih di posisi yang sama
sampai dua tahun ke depan. Bisa-bisa masuk ke kategori job clinger. Kenapa bahaya? Ada tiga alasan.
Satu; Semakin
lama kita di satu posisi, semakin kecil kemungkinan kita dapat promosi. Ketika
kita enggak terlihat menghargai kemampuan kita sendiri, orang lain juga akan
ikut melihat kita seperti itu. Amen
sister!
Dua; Menerima salary dari lebih kecil daripada mereka
yang resign dan mencari pekerjaan
baru. Karena kalau hanya mengharapkan kenaikan tahunan itu bagaikan
mengharapkan melihat unicorn di Meruya.
Tiga; Kalah sama
karyawan baru yang lebih bersemangat di mata atasan. Sekali lagi, jiwa muda.
OH MAMA. OH PAPA
MOMENT.
Udah mau lima tahun di posisi yang sama juga? Kudu piye? Tenang, kamu enggak sendiri.
Teman saya banyak kok yang begitu. Maaf ya, saya masih punya dua tahun lagi.
Sungguh. Sombong. Yang. Tak perlu.
Namanya juga pendapat dan teori. Tentu saja ada
tandingannya, kan? Seorang IT Recruiter
yang namanya Joe Shelton bilang, enggak ada tuh yang namanya resign hanya gara-gara kelamaan kerja di
tempat yang sama, padahal kita suka sama pekerjaannya. Yang penting adalah kita
terus memperkaya pengetahuan dan kemampuan kerja. Pastikan kalau keahlian kita
relevan sama dunia luar bukan sama perusahaan aja. Gitu dia bilang, ketika saya
baca di Lifehacker.com.
Sekarang pertanyaannya adalah; apa yang bisa kita lakukan
guna memperkaya pengetahuan dan kemampuan kerja, while, bekerja di posisi dan tempat yang sama?
Kemudian, hening.
Dulu sempet kepikiran buat pindah kerja, tapi udah tiga tahun akhirnya mulai betah juga. :D
ReplyDelete